AKUISISI DALAM SKEMA DIVESTASI
(PTPFI 51%)
“Pak, kelihatannya anda sibuk sekali“ _tanya penumpang sebelah saya._ Saya menoleh kesamping. Kepalanya agak botak. Usianya diatas 60 tahun.
“Egh iya. Sekedar baca dokumen kantor“
“Itu keliatannya H.O.A dan P.A ya pak“
“Ya“
“Bapak kerja dimana ?"
“Sekedar cari makan di negeri orang.” _kata saya sekenanya._
”Kalau anda kerja dimana ?"
“Saya konsultan"
“Konsultan apa ?"
“Pemerintah.“
“Wow hebat.”
“Boleh diskusi pak, kalau enggak menggangu..”
“Silahkan.“
“Bagaimana dengan akuisisi Freeport Indonesia ?"
“Setahu saya tepatnya bukan Akuisisi tetapi Divestasi“
“Ya tetap saja prosesnya akuisisi “
“Benar. Namun dasar hukumnya adalah divestasi. Jadi akuisisi dalam rangka divestasi. Kira-kira begitu“
“Emang apa bedanya?"
“Kalau akuisisi di luar divestasi, harga saham dihitung berdasarkan value perusahaan. Value itu termasuk asset yang nampak maupun yang tidak nampak seperti tekhnologi, know how dan reserved. Nilainya bisa 10 kali dari nilai nominal saham. Namun kalau divestasi itu harga saham ditentukan berdasarkan replacement cost. Artinya asset yang tidak nampak atau intangible asset tidak dihitung.“
“Murah dong“
“Ya itulah amanah UU minerba.”
“Tetapi saya tidak yakin pihak indonesia akan bisa benar-benar mengendalikan Freeport Indonesia walau menguasai 51% saham. Bisa saja itu hanya layering untuk kamuplase kelangsungan KK yang dimanipulasi dengan adanya IUPK. Pada akhirnya Inalum hanya akan jadi sleeping partners. Pasti ada perjanjian yang mengatur itu.”
“Menurut saya tidak mungkin ada kamuflase. _Pertama,_ karena ada ketentuan keterbukaan informasi ketika akan melepas bond di bursa. Kalau sampai ada perjanjian Inalum hanya sleeping partners atau proxy dari Freeport Indonesia, maka party pihak underwriter Bond akan menolak.“
“Lhoo.. kenapa ?"
“Karena Freeport Mc Moran sebagai induk dari Freeport Indonesia sudah black list di pasar uang. Karena mereka mengalami gagal bayar atas bond yang diterbikan oleh anak perusahaannya dibidang oil dan gas. Makanya anak perusahaan itu terpaksa dijual secara langsung melalui arbitrase.”
“Jadi enggak sebesar yang kita kira Freeport itu“
“Mereka besar. Hanya saja mereka gagal di luar core businessnya. Ini kesalahan mereka ketika membuat keputusan masuk ke bisnis oil and Gas. Tetapi itu dulu karena hargak minyak lagi bagus. Tetapi ketika harga jatuh, semua jadi prahara.”
“Lantas apa kelebihan Inalum?“
“Inalum itu kinerja perusahaannya bagus. Apalagi sudah menjadi holding company perusahaan tambang. Portfolionya semua bagus. Jadi kalau Inalum melakukan aksi korporat mengambil saham Freeport Indonesia maka value Inalum akan naik berlipat, makanya bondnya laku keras walau tenor jangka panjang.“
“Itukan sama saja dengan menggadaikan Inalum sebagai BUMN”
“Yang berutang itu bukan Holding company tetapi anak perusahaan yang dibentuk khusus untuk tujuan pengambil alihan saham. Jadi utang itu dedicated dengan saham yang diambil alih oleh Inalum, bukan dengan asset yang ada pada Inalum.“
“Kenapa sampai investor tertarik beli bond itu ?"
“Karena financial model yang di create menjamin cash flow dalam empat tahun bisa recovery utang itu.”
“Gimana ngitungnya?“
“Itu orang ahli financial engineering yang paham. Dirut PT Inalum itu salah satu ahli financial engineering. Menurut saya dia jenius untuk hal financial engineering.“
“Ohh.. ternyata Jokowi itu hebat karena ada orang hebat dibelakang dia.“
“Bukan hanya hebat tetapi mereka sangat mencintai negeri ini. Jokowi dikelilingi oleh orang-orang yang mencintai negerinya dan mereka petarung yang bermartabat. Sedikit bicara namun kerja banyak.”
“Terimakasih pak. Silahkan lanjut kerjanya.”
(Saya tersenyum)
*****
Di negeri kita banyak orang yang mengaku ahli dan konsultan namun berpuluh tahun kita jadi pecundang di hadapan Freeport. Barulah di era Jokowi kita bisa menjadi terhormat. Freeport menjadi anak perusahaan PT. Inalum dan mereka akan bekerja keras sesuai dengan visi dan misi Inalum sebagai BUMN. Tentu semua untuk keadilan bagi rakyat, khususnya rakyat Papua dan rakyat Indonsia pada umumnya.
Sumber: Group WhatsApp/Irwan setya
0 comments:
Post a Comment