Tuesday, December 25, 2018

SELALU ADA YG TAK HAPPY Atas 51%


SELALU ADA YG TAK HAPPY (Dari keberhasilan Indonesia menguasai 51,2% saham PT Freeport In RCdonesia (PT FPI)

Di kutip dari 
Prof. Rhenald Kasali, Guru besar FEB Universitas Indonesia.




Freeport itu PT. Sedangkan alam itu tanah, emas dll.  Tanahnya tetap dikuasai NKRI, dan dari dulu Indonesia  dapat uang konsesi, pajak dll.  Itu adalah hak atas tanah yg dikuasai asing yg di dalamnya ada emas, perak dan tembaganya. Hanya saja memang  dulu pejabat2 kita senang terima bagian besar buat dirinya sendiri atau kelompoknya, shg dikasih kecil buat negaranya mereka oke saja.

Jokowi sebaliknya. Dia rela compang-camping dihina para mafioso yg berada dibalik kuasa itu. Dia bereskan dgn tenang. Akibatnya jakarta selalu digoyang. Amerika marah besar bahkan sempat kirim pasukan yg merapat di Australia. Namanya juga negara adikuasa. Pakai Psy War adalah hal biasa dlm mengawal kepentingannya.  Blm lagi penembakan2 di Papua, begitu negosiasi mencapai kesepakatan.

Mafioso biayai preman2 jalanan dan oknum aparat serta oknum2 politisi utk memutarbalikkan cerita yg sebenarnya. Alhamdulilah Tuhan mencintai Indonesia. Semua rintangan Alhamdulilah kita bisa atasi.
Yang namanya PT ada aset, hak konsesi, ada modal , saham2,  direksi, expertise,  brand, technology, market channel dll. Ada harta2 kelihatan dan ada intangiblesnya. PT ini bukan milik kita. Itu dibawa asing ke tanah Indonesia dan kl mereka diusir, pasti aset2nya itu diangkut semua keluar dan kita pasti tak bisa olah emas itu dgn cara2 konvensional. Yang kita beli dan ambil alih itu sahamnya sehingga  kita bisa menjadi penegang saham mayoritas spy bs dapat bagian lbh besar dan  bisa pegang kendali, dari pengolahan dan teknologi yg kita gak kuasai.... kita bs belajar alih teknologi dan skill.

Mengapa kita harus jual Global Bond untuk biayai pengambilalihan saham PT FPI? Krn kita ngga mau cadangan dollar kita tergerus lagi. Nilai rupiah bisa tertekan lagi kalau diambil dari lokal. Sebab PT FPI maunya dibayar pajai dolar, bukan rupiah. Jadi kita harus cerdik sedikit. Tinggal bagaimana hitung2annya. Itu harus berhitung


Yang kita perlukan surat hutang yg tenornya panjang, bahkan ada yg 30 tahun. Supaya apa? Supaya hasil Freeport bisa segera  dinikmati bangsa ini. Kalau dihitung, kita baca laporan keuangannya, maka tampak EBITDAnya PT FPI setahun sekitar USD 4 Billions. Net Profitnya, jika sekitar USD 2 Billions. Kalau jangka pendek, jelas memberatkan. Karena kini kita berhasil memiliki sahamnya sebesar 51,2%, jika dalam setahun Indonesia bisa menikmati USD 1Billion lebih...

Jadi kalau  kita mau, hanya dalam 4 tahun Global Bond itu beres  dan setelah itu kita dapat duit gede seterusnya slm 50 tahun. Sebab jumlah surat hutang itu ya hanya sekitar USD 4 Billions sebagai kompensasi yg kita bayar ke PT FPI.  Aneh kalau kehebatan ini disalah-salahkan. Maka, hanya orang2 bodoh saja yg menyalah2kan bangsa Indonesia.  Dan orang seperti itu akan selalu ada di negeri ini.  Mereka senang memakai  kacamata buram, dan selalu hanya mencari kesalahan. Sebab sebagian orang menikmati rezekinya dgn cara demikian. Ada profesi bayaran untuk menciptakan ketidakstabilan atau ketidak percayaan. Ada juga yg menderita luka batin, kecewa, tak mendapat bagian, tidak dilayani atau pernah diberhentikan. Begitulah kehidupan demokrasi. 

Begitulah pula orang mencari makan, mencari kehormatan, mendapatkan kompensasi mental atas kekecewaaannya atau membangun jati dirinya.
Sementara, Dunia justru sedang memuji betapa lihai dan pandainya pemimpin Indonesia.

Orang yang susah melihat bangsa ini senang sebagian mungkin memang mewarisi darah penghianat yg  kalau ditelusuri ada DNA yang begitulah yang membuat VOC bisa menjajah kita berabad-abad.



So, faktanya kini kita bisa menutup akhir tahun dengan banyak senyum. Saat kita bisa berlibur menikmati ribuan kilometer jalan2 baru baik antar kota maupun antar desa. Saat warga desa menyewakan homestay nya melalui platform airbnb dll.  Saat kita  merayakan banyak keberhasilan....
ungkap Prof. Rhenald Kasali, Guru besar FEB Universitas Indonesia.

di group WhatsAPP 


0 comments:

Post a Comment