PRO - KONTRA UANG KULIAH TUNGGAL
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), mengeluarkan kebijakan baru tentang sistem pembayaran di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), kebijakan tersebut di istilahkan dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sesuai dengan Peratutan Kemendikbud (Permendikbud) Nomor 55 Tahun 2013 tentang biaya kuliah Tunggal dan uang kuliah tunggal pada PTN dibawah naungan Kemendikbud. Meskipun belum semua PTN di Indonesia menggunakan sistem UKT, namun sebagian PTN besar telah menetapkan serta merealisasikan sistem pembayaran tersebut. Secara umum, prosedur sistem UKT ialah Biaya Kuliah Tunggal (BKT), yaitu biaya keseluruhan kuliah, dikurangi Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang diberikan oleh pemerintah. Dalam sistem UKT, biaya pangkal yang dibayarkan diawal masuk (registrasi awal) tidak dibayarkan secara langsung, namun di includekan pada pembayaran setiap semester. Menariknya, dalam sistem pembayaran ini terdapat kebijakan tentang nominal biaya yang berbeda-beda, dalam artian, biaya mahasiswa yang sebelumnya disamaratakan, dengan adanya sistem UKT nominal biaya ditentukan berdasarkan pendapatan orang tua (dibagi menjadi lima golongan), semakin tinggi pendapatan orang tua, semakin tinggi pula biaya pendidikan yang harus dibayarkan. Begitu juga sebaliknya. Dengan ini, secara tidak langsung mahasiswa yang berasal keluarga menengah keatas, membantu mahasiswa yang berasal dari keluarga menengah kebawah. Karena pada dasarnya, pembayaran seluruh mahasiswa di PTN tertentu adalah sama. Selain itu, mahasiswa tidak perlu membayar pada pertengahan studinya, seperti membayar biaya KKN, Praktikum, wisuda dan lain sebagainya, karena sudah dicicil pada setiap semester. Secara visual, sistem ini memudahkan penanggung biaya mahasiswa. Banyak dari kalangan-kalangan birokrasi kampus dan mahasiswa yang mengamini sistem UKT, namun menurut hemat penulis, sistem pembayaran tersebut tidak lepas dari kecacatan. Sistem UKT dinilai rawan akan menipulasi kebijakan-kebijakan otonom kampus. Tak bisa bisa dipungkiri, sebagian para birokrat kampus juga tidak lepas dari kepentingan-kepentingan dalam mengambil sebagian biaya yang telah dibayarkan oleh mahasiswa untuk kepentingan pribadi. Hal ini berpotensi terjadi karena para birokrat juga mempunyai kebijakan-kebijakan tersendiri (tanpa intervensi Kementrian terkait). Selain itu, Sistem Pembayaran Tunggal ini juga akan berpotensi negatif bagi proses Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Ketika para birokrat pada sebuah Perguruan Tinggi mempunyai ambisi tinggi memperoleh keuntungan dalam pengabdiannya di dunia pendidikan, maka seleksi mahasiswa baru akan berpotensi akan kecurangan, yaitu dengan lebih memprioritaskan calon mahasiswa dari keluarga menengah keatas. Dengan itu, kaum menengah kebawah akan lebih sulit untuk lolos seleksi di Perguruan Tinggi Negeri favoritnya. Tidak hanya Kemendikbud yang mengeluarkan kebijakan tentang sistem UKT. Kementrian Agama (Kemenag) juga mengintruksikan terhadap Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) agar menerapkan sistem pembayaran tersebut. Sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 96 Tahun 2013 tentang UKT.
0 comments:
Post a Comment