Wednesday, January 9, 2019

MAHASISWA UNSRI TUNTUT PENURUNAN UKT SEMESTER 9

MAHASISWA UNSRI TUNTUT PENURUNAN UKT SEMESTER 9





Sejak 2013, Unsri memang telah berubah status menjadi PTN-BLU. Status inilah yang mengubah biaya kuliah menjadi sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT). Jadi mahasiswa hanya membayar UKT saja setiap semester, setelah itu ia berhak menikmati seluruh fasilitas dan pelayanan di kampus. UKT terbagi beberapa level, dari level terendah sampai level tertinggi. Untuk itu, setiap mahasiswa baru boleh memilih atau menentukan sendiri sanggup membayar UKT di level berapa dengan mengikuti prosedur yang ada. Selanjutnya pihak Unsri akan melakukan survei dan wawancara terhadap mahasiswa tersebut. Setelah ada kesepakatan, maka mahasiswa wajib membayar UKT per semester, yang besarannya berdasarkan kesepakatan bersama.

Lain halnya dengan mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi. Bidik Misi diberikan kepada mahasiswa pintar dan berprestasi, namun kurang mampu secara ekonomi. Mahasiswa ini akan dibebaskan biaya UKT dan mendapatkan uang bulanan untuk menunjang kegiatan selama kuliah. Akan tetapi, beasiswa ini hanya berlaku untuk 4 tahun. Oleh sebab itu, mahasiswa penerima Bidik Misi harus bisa menyelesaikan kuliahnya selama delapan semester dan jangan sampai memiliki IPK yang buruk.

Beberapa waktu lalu (25 Juli 2017), saya membaca petisi tentang tuntutan mahasiswa mengenai penurunan UKT semester 9 (penurunan sampai 50% untuk UKT non Bidik Misi dan level 1 untuk Bidik Misi). Sempat timbul keheranan di benak saya, kenapa hal itu bisa terjadi? Bukannya besaran biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) adalah sebuah perjanjian yang telah disepakati dari awal, ya tentu selama masih berstatus mahasiswa di Unsri wajib membayar UKT sebesar itu tiap semester.
Tak berapa lama dari itu (28 Juli 2017), tiba-tiba saya dan teman-teman pegawai di Rektorat Unsri dikejutkan oleh kedatangan mahasiswa-mahasiswa ke rektorat untuk melakukan aksi damai dikarenakan sudah empat kali dilakukan audiensi kepada rektor dan pihak kampus, namun tidak membuahkan hasil. Mahasiswa yang jumlahnya cukup banyak itu, memasuki gedung rektorat sembari berorasi menyuarakan keinginan mereka. Lebih dari seratus mahasiswa tersebut tidak segan beramai-ramai memasuki wilayah rektorat, naik ke lantai tiga-di mana di sanalah ruang rektor dan para wakil rektor. Kebetulan hari itu, Rektor Unsri dan para wakil rektor serta para pejabat sedang tidak berada di tempat. Jadi penyerahan koin untuk rektor diterima oleh salah satu kepala sub bagian di rektorat. Di hari yang sama, mahasiswa juga menggelar yasinan dan berada di rektorat hingga sore hari.

Pada tanggal 03 Agustus 2017, aksi mahasiswa menuntut penurunan UKT semester 9 kembali dilakukan. Akan tetapi, para mahasiswa dilarang memasuki area dalam rektorat, sehingga pintu depan dan pintu samping kanan kiri ditutup dan dijaga oleh polisi dan satpam Unsri. Aksi kali ini membuat saya begitu keheranan. Sebab, banyak sekali polisi yang didatangkan (yang saya tahu, hal ini dikarenakan untuk mencegah terjadinya tindakan yang tidak diinginkan). Belum lagi kehadiran wartawan dari media hingga siaran langsung oleh stasiun TV. Ratusan mahasiswa memenuhi halaman depan gedung rektorat dengan orasi-orasi mereka. Hari itu, Mereka menambah tuntutan untuk mengaktifkan kembali tiga akun akademik mahasiswa, termasuk Presiden Mahasiswa (Presma). Sekaligus tuntutan untuk mencabut laporan pihak rektorat terhadap Presma Unsri ke Polres Ogan Ilir terkait demo yang mengandung unsur pengujaran kebencian terhadap rektor, ancaman membakar aset negara, mempermalukan rektor dan senat Unsri dalam acara resmi, dan pelanggaran etika. Presma Unsri menentang laporan ini karena ia merasa tidak melakukan tindakan sebagaimana yang dituduhkan.

Sebenarnya aksi tersebut berjalan damai dan tertib sebelum istirahat siang, sama halnya dengan aksi pada tanggal 28 Juli 2017 lalu. Perwakilan mahasiswa sebanyak 15 orang diperbolehkan masuk dan audiensi dengan pihak rektorat. Hari itu, rektor dan wakil rektor 1 sedang dinas di luar kota sehingga mereka hanya bertemu dengan wakil rektor 2, wakil rektor 3, dan wakil rektor 4, beserta beberapa pejabat. Pihak Unsri telah memberikan jawaban dan meminta perwakilan mahasiswa tadi untuk menjelaskan kepada teman-teman mereka di luar, namun hal ini belum bisa diterima para mahasiswa sehingga aksi mahasiswa tetap dilanjutkan.

Tibalah seusai istirahat siang, aksi semakin memanas karena pihak rektorat yang berwenang tidak juga keluar untuk menemui ratusan mahasiswa. Di sini, saya dan beberapa teman menyaksikan secara langsung apa-apa saja yang telah terjadi. Kami mengamati dari lantai 2 gerak-gerik mahasiswa yang dizinkan masuk dan shalat di dalam mushola rektorat. Kami mengamati para polisi, polisi wanita, satpam, dan aksi mahasiswa di luar. Saya seperti tidak percaya hal ini dapat terjadi di dalam kampus. Ada hikmah apa di balik semua keadaan yang terjadi saat ini?




Suara mahasiswa makin menggema, beberapa kali kaca pintu depan hendak didorong oleh mahasiswa, satpam dan polisi berjaga penuh di depan dan di balik pintu, saya seperti sedang menonton film atau drama yang mana di TKP sedang dipenuhi polisi yang berjaga-jaga. Ah, kampusku. Kami miris, khawatir, tegang, dan beragam perasaan tidak menentu lainnya. Saya dan seorang teman sempat membicarakan tentang sekelompok mahasiswa yang sedang duduk-duduk di tangga dan mengobrol. Apa yang sedang mereka lakukan, apa yang sedang mereka bicarakan. Kami sempat berpikir negatif, sepertinya setelah ini akan terjadi hal-hal di luar keinginan. Dan benar saja, beberapa menit kemudian suara pecahan kaca terdengar. Ternyata kaca pintu samping kiri rektorat pecah (pintu samping kanan dan kiri memang tidak terlalu dijaga ketat). Polisi dan satpam menyerbu pintu tersebut dan dua orang mahasiswa berhasil ditangkap. Pecahnya kaca pintu tersebut disebabkan karena si satpam ingin menangkap mahasiswa yang telah memecahkan kaca terlebih dahulu. Dia berniat menangkap mahasiswa tersebut, sehingga dengan cepat pintu dipecahkan agar mahasiswa tidak kabur. Inilah kejadian yang sebenarnya, saya mendapatkan keterangan langsung dari salah satu satpam yang benar-benar ada di dekat sana saat kejadian.

Tindakan pemukulan terhadap mahasiswa yang dilakukan oleh satu polisi, satu satpam Unsri, dan satu pegawai rektorat memang sangat disayangkan. Tindakan mereka tidak dapat dibenarkan. Seharusnya jangan menggunakan emosi dan melakukan tindakan kekerasan, cukup menangkap dan menahan mereka untuk dimintai keterangan. Akan tetapi semua telah terjadi dan keadaan tidak membaik. Apalagi banyak pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi dengan menyebarkan berita yang asal-asalan, yang menambah citra kurang baik untuk Unsri.

Seharusnya kejadian-kejadian ini tidak terjadi. UKT sudah menjadi kewajiban setiap mahasiswa yang masih berkuliah di Unsri. Itu sudah perjanjian di awal masuk kuliah. Dari semester 1 hingga
“Di semester 9 kami hanya skripsi, menunggu sidang atau ujian kompre, menunggu yudisium/wisuda. Apa kami harus bayar UKT penuh, padahal tidak lagi kuliah?”

Adik-adik, itu sudah menjadi peraturan kampus sejak dulu. Tidak peduli di semester 9 hanya tinggal skripsi, hanya menunggu sidang atau ujian kompre, atau hanya menunggu yudisium/wisuda. Sebab status kita masih mahasiswa aktif, yang masih membutuhkan fasilitas dan pelayanan dari kampus. Seharusnya Adik-adik sekalian, lebih fokus saja pada nilai-nilai kalian. Fokus pada skripsi kalian, agar segera selesai. Percayalah, Allah akan memberikan jalan jika Adik-adik mengalami kesulitan membayar uang kuliah. Selagi berusaha dengan bersungguh-sungguh, maka seisi bumi turut mendoakan dan tangan-tangan bumi akan meringankan.
Untuk Adik-adik penerima Bidik Misi, sudah dari awal dijelaskan kalau kuliah kalian ditanggung hanya sampai semester delapan. Kenapa begitu? Sebab kalian adalah orang-orang yang dipercaya untuk bisa menyelsaikan kuliah dengan cepat, kalian adalah orang-orang pintar yang terpilih. Seharusnya kalian memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Jika memang tidak sanggup, risiko harus kalian tanggung sendiri.

Adik-adik, kampus ini adalah rumah kita. Seharusnya kita yang bertanggung jawab dan berkewajiban mempertahankan keharuman namanya, menjaga isi dan keindahannya. Ini adalah tempat kita diberi makanan bergizi, merawat kita dari kecil hingga menjadi besar dan siap bersaing di luar sana, menyelimuti ketika dingin menerpa, memayungi ketika terik menyerang. Layaknya dalam keluarga, tidak semua permintaan kita akan dikabulkan oleh orangtua kita, bukan? Jika kita memaksakan kehendak, melanggar peraturan, bahkan mengancam keamanan, apakah benar tindakan tersebut? Bagaimana reaksi orangtua jika anaknya seperti itu?

Untuk pihak rektorat, ini adalah sebuah pelajaran. Tentu ada hikmah di balik semua kejadian. Semoga mampu memilih kebijakan terbaik, mampu mengambil tindakan terbaik, dan mampu memberi yang terbaik, untuk semua. Jadilah orangtua terbaik untuk anak-anak. Perbaiki sistem jika memang perlu perbaikan.

Untuk pihak-pihak yang tidak mengetahui kejadian yang sebenar-benarnya, saya mohon jangan memberikan berita yang belum tentu kebenarannya. Ini akan memperburuk keadaan. Jika hanya melihat dari video sepotong-sepotong yang beredar, dari berita-berita yang berseliweran di mana-mana, tentu akan menimbulkan makna yang berbeda-beda. Ada baiknya kita cukup tahu saja, jangan memberikan tanggapan yang ujung-ujungnya malah menjadi provokator yang menyesatkan. Satu lagi, mengenai isu DO untuk Presma, bukanlah disebabkan aksi yang dilakukan melainkan karena nilai-nilai kuliahnya yang tidak memenuhi persyaratan (keterangan terlampir pada foto di bawah ini).




Sumber: 
- Instagram BEM KM UNSRI
- Murni Oktariani (universitas sriwijaya aliansi advokasi)

0 comments:

Post a Comment