MAHASISWA UNSRI TUNTUT PENURUNAN UKT SEMESTER 9
Sejak 2013, Unsri memang telah berubah status menjadi PTN-BLU. Status inilah yang mengubah biaya kuliah menjadi sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT). Jadi mahasiswa hanya membayar UKT saja setiap semester, setelah itu ia berhak menikmati seluruh fasilitas dan pelayanan di kampus. UKT terbagi beberapa level, dari level terendah sampai level tertinggi. Untuk itu, setiap mahasiswa baru boleh memilih atau menentukan sendiri sanggup membayar UKT di level berapa dengan mengikuti prosedur yang ada. Selanjutnya pihak Unsri akan melakukan survei dan wawancara terhadap mahasiswa tersebut. Setelah ada kesepakatan, maka mahasiswa wajib membayar UKT per semester, yang besarannya berdasarkan kesepakatan bersama.
Lain halnya dengan mahasiswa
penerima beasiswa Bidik Misi. Bidik Misi diberikan kepada mahasiswa pintar dan
berprestasi, namun kurang mampu secara ekonomi. Mahasiswa ini akan dibebaskan
biaya UKT dan mendapatkan uang bulanan untuk menunjang kegiatan selama kuliah.
Akan tetapi, beasiswa ini hanya berlaku untuk 4 tahun. Oleh sebab itu,
mahasiswa penerima Bidik Misi harus bisa menyelesaikan kuliahnya selama delapan
semester dan jangan sampai memiliki IPK yang buruk.
Beberapa waktu lalu (25 Juli
2017), saya membaca petisi tentang tuntutan mahasiswa mengenai penurunan UKT
semester 9 (penurunan sampai 50% untuk UKT non Bidik Misi dan level 1 untuk
Bidik Misi). Sempat timbul keheranan di benak saya, kenapa hal itu bisa
terjadi? Bukannya besaran biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) adalah sebuah
perjanjian yang telah disepakati dari awal, ya tentu selama masih berstatus
mahasiswa di Unsri wajib membayar UKT sebesar itu tiap semester.
Tak berapa lama dari itu (28 Juli
2017), tiba-tiba saya dan teman-teman pegawai di Rektorat Unsri dikejutkan oleh
kedatangan mahasiswa-mahasiswa ke rektorat untuk melakukan aksi damai
dikarenakan sudah empat kali dilakukan audiensi kepada rektor dan pihak kampus,
namun tidak membuahkan hasil. Mahasiswa yang jumlahnya cukup banyak itu,
memasuki gedung rektorat sembari berorasi menyuarakan keinginan mereka. Lebih
dari seratus mahasiswa tersebut tidak segan beramai-ramai memasuki wilayah
rektorat, naik ke lantai tiga-di mana di sanalah ruang rektor dan para wakil
rektor. Kebetulan hari itu, Rektor Unsri dan para wakil rektor serta para
pejabat sedang tidak berada di tempat. Jadi penyerahan koin untuk rektor
diterima oleh salah satu kepala sub bagian di rektorat. Di hari yang sama,
mahasiswa juga menggelar yasinan dan berada di rektorat hingga sore hari.
Pada tanggal 03 Agustus 2017, aksi
mahasiswa menuntut penurunan UKT semester 9 kembali dilakukan. Akan tetapi,
para mahasiswa dilarang memasuki area dalam rektorat, sehingga pintu depan dan
pintu samping kanan kiri ditutup dan dijaga oleh polisi dan satpam Unsri. Aksi
kali ini membuat saya begitu keheranan. Sebab, banyak sekali polisi yang
didatangkan (yang saya tahu, hal ini dikarenakan untuk mencegah terjadinya
tindakan yang tidak diinginkan). Belum lagi kehadiran wartawan dari media
hingga siaran langsung oleh stasiun TV. Ratusan mahasiswa memenuhi halaman
depan gedung rektorat dengan orasi-orasi mereka. Hari itu, Mereka menambah
tuntutan untuk mengaktifkan kembali tiga akun akademik mahasiswa, termasuk
Presiden Mahasiswa (Presma). Sekaligus tuntutan untuk mencabut laporan pihak
rektorat terhadap Presma Unsri ke Polres Ogan Ilir terkait demo yang mengandung
unsur pengujaran kebencian terhadap rektor, ancaman membakar aset negara,
mempermalukan rektor dan senat Unsri dalam acara resmi, dan pelanggaran etika.
Presma Unsri menentang laporan ini karena ia merasa tidak melakukan tindakan
sebagaimana yang dituduhkan.
Sebenarnya aksi tersebut berjalan
damai dan tertib sebelum istirahat siang, sama halnya dengan aksi pada tanggal
28 Juli 2017 lalu. Perwakilan mahasiswa sebanyak 15 orang diperbolehkan masuk
dan audiensi dengan pihak rektorat. Hari itu, rektor dan wakil rektor 1 sedang
dinas di luar kota sehingga mereka hanya bertemu dengan wakil rektor 2, wakil
rektor 3, dan wakil rektor 4, beserta beberapa pejabat. Pihak Unsri telah
memberikan jawaban dan meminta perwakilan mahasiswa tadi untuk menjelaskan
kepada teman-teman mereka di luar, namun hal ini belum bisa diterima para
mahasiswa sehingga aksi mahasiswa tetap dilanjutkan.
Tibalah seusai istirahat siang,
aksi semakin memanas karena pihak rektorat yang berwenang tidak juga keluar
untuk menemui ratusan mahasiswa. Di sini, saya dan beberapa teman menyaksikan
secara langsung apa-apa saja yang telah terjadi. Kami mengamati dari lantai 2
gerak-gerik mahasiswa yang dizinkan masuk dan shalat di dalam mushola rektorat.
Kami mengamati para polisi, polisi wanita, satpam, dan aksi mahasiswa di luar.
Saya seperti tidak percaya hal ini dapat terjadi di dalam kampus. Ada hikmah
apa di balik semua keadaan yang terjadi saat ini?
Suara mahasiswa makin menggema,
beberapa kali kaca pintu depan hendak didorong oleh mahasiswa, satpam dan
polisi berjaga penuh di depan dan di balik pintu, saya seperti sedang menonton
film atau drama yang mana di TKP sedang dipenuhi polisi yang berjaga-jaga. Ah,
kampusku. Kami miris, khawatir, tegang, dan beragam perasaan tidak menentu
lainnya. Saya dan seorang teman sempat membicarakan tentang sekelompok
mahasiswa yang sedang duduk-duduk di tangga dan mengobrol. Apa yang sedang
mereka lakukan, apa yang sedang mereka bicarakan. Kami sempat berpikir negatif,
sepertinya setelah ini akan terjadi hal-hal di luar keinginan. Dan benar saja,
beberapa menit kemudian suara pecahan kaca terdengar. Ternyata kaca pintu
samping kiri rektorat pecah (pintu samping kanan dan kiri memang tidak terlalu
dijaga ketat). Polisi dan satpam menyerbu pintu tersebut dan dua orang
mahasiswa berhasil ditangkap. Pecahnya kaca pintu tersebut disebabkan karena si
satpam ingin menangkap mahasiswa yang telah memecahkan kaca terlebih dahulu.
Dia berniat menangkap mahasiswa tersebut, sehingga dengan cepat pintu
dipecahkan agar mahasiswa tidak kabur. Inilah kejadian yang sebenarnya, saya
mendapatkan keterangan langsung dari salah satu satpam yang benar-benar ada di
dekat sana saat kejadian.
Tindakan pemukulan terhadap
mahasiswa yang dilakukan oleh satu polisi, satu satpam Unsri, dan satu pegawai
rektorat memang sangat disayangkan. Tindakan mereka tidak dapat dibenarkan.
Seharusnya jangan menggunakan emosi dan melakukan tindakan kekerasan, cukup
menangkap dan menahan mereka untuk dimintai keterangan. Akan tetapi semua telah
terjadi dan keadaan tidak membaik. Apalagi banyak pihak-pihak tidak bertanggung
jawab yang memanfaatkan situasi dengan menyebarkan berita yang asal-asalan,
yang menambah citra kurang baik untuk Unsri.
Seharusnya kejadian-kejadian ini
tidak terjadi. UKT sudah menjadi kewajiban setiap mahasiswa yang masih
berkuliah di Unsri. Itu sudah perjanjian di awal masuk kuliah. Dari semester 1
hingga
“Di semester 9 kami hanya
skripsi, menunggu sidang atau ujian kompre, menunggu yudisium/wisuda. Apa kami
harus bayar UKT penuh, padahal tidak lagi kuliah?”
Adik-adik, itu sudah menjadi peraturan kampus sejak dulu. Tidak peduli di semester 9 hanya tinggal skripsi, hanya menunggu sidang atau ujian kompre, atau hanya menunggu yudisium/wisuda. Sebab status kita masih mahasiswa aktif, yang masih membutuhkan fasilitas dan pelayanan dari kampus. Seharusnya Adik-adik sekalian, lebih fokus saja pada nilai-nilai kalian. Fokus pada skripsi kalian, agar segera selesai. Percayalah, Allah akan memberikan jalan jika Adik-adik mengalami kesulitan membayar uang kuliah. Selagi berusaha dengan bersungguh-sungguh, maka seisi bumi turut mendoakan dan tangan-tangan bumi akan meringankan.
Untuk Adik-adik penerima Bidik Misi, sudah dari awal dijelaskan kalau kuliah kalian ditanggung hanya sampai semester delapan. Kenapa begitu? Sebab kalian adalah orang-orang yang dipercaya untuk bisa menyelsaikan kuliah dengan cepat, kalian adalah orang-orang pintar yang terpilih. Seharusnya kalian memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Jika memang tidak sanggup, risiko harus kalian tanggung sendiri.
Adik-adik, kampus ini adalah
rumah kita. Seharusnya kita yang bertanggung jawab dan berkewajiban
mempertahankan keharuman namanya, menjaga isi dan keindahannya. Ini adalah
tempat kita diberi makanan bergizi, merawat kita dari kecil hingga menjadi
besar dan siap bersaing di luar sana, menyelimuti ketika dingin menerpa,
memayungi ketika terik menyerang. Layaknya dalam keluarga, tidak semua
permintaan kita akan dikabulkan oleh orangtua kita, bukan? Jika kita memaksakan
kehendak, melanggar peraturan, bahkan mengancam keamanan, apakah benar tindakan
tersebut? Bagaimana reaksi orangtua jika anaknya seperti itu?
Untuk pihak rektorat, ini adalah
sebuah pelajaran. Tentu ada hikmah di balik semua kejadian. Semoga mampu
memilih kebijakan terbaik, mampu mengambil tindakan terbaik, dan mampu memberi
yang terbaik, untuk semua. Jadilah orangtua terbaik untuk anak-anak. Perbaiki
sistem jika memang perlu perbaikan.
Untuk pihak-pihak yang tidak
mengetahui kejadian yang sebenar-benarnya, saya mohon jangan memberikan berita
yang belum tentu kebenarannya. Ini akan memperburuk keadaan. Jika hanya melihat
dari video sepotong-sepotong yang beredar, dari berita-berita yang berseliweran
di mana-mana, tentu akan menimbulkan makna yang berbeda-beda. Ada baiknya kita
cukup tahu saja, jangan memberikan tanggapan yang ujung-ujungnya malah menjadi
provokator yang menyesatkan. Satu lagi, mengenai isu DO untuk Presma, bukanlah
disebabkan aksi yang dilakukan melainkan karena nilai-nilai kuliahnya yang
tidak memenuhi persyaratan (keterangan terlampir pada foto di bawah ini).
- Murni Oktariani (universitas sriwijaya aliansi advokasi)